Minggu, 21 Februari 2010

William James Sidis Adalah Manusia Terpintar di Dunia

| | 0 komentar

Siapakah manusia terjenius yang pernah dimiliki dunia? Da Vinci? John Stuart Mills? Atau Albert Einstein seperti yang selama ini diperkirakan orang? Ketiganya memang dianggap jenius-jenius besar yang telah memberikan banyak pengaruh terhadap bidangnya masing-masing. Tapi gelar manusia terjenius yang pernah dimiliki dunia rasanya tetap layak diberikan kepada William James Sidis. Siapakah ia? Mengapa namanya tenggelam dan kurang dikenal walau angka IQnya mencapai kisaran 250–-300?..

Keajaiban Sidis diawali ketika dia bisa makan sendiri dengan menggunakan sendok pada usia 8 bulan. Pada usia belum genap 2 tahun, Sidis sudah menjadikan New York Times sebagai teman sarapan paginya. Semenjak saat itu namanya menjadi langganan headline surat kabar : menulis beberapa buku sebelum berusia 8 tahun, diantaranya tentang anatomy dan astronomy. Pada usia 11 tahun Sidis diterima di Universitas Harvard sebagai murid termuda. Harvardpun kemudian terpesona dengan kejeniusannya ketika Sidis memberikan ceramah tentang Jasad Empat Dimensi di depan para professor matematika.

Lebih dasyat lagi : Sidis mengerti 200 jenis bahasa di dunia dan bisa menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah. Ia bisa mempelajari sebuah bahasa secara keseluruhan dalam sehari !!!! Keberhasilan William Sidis adalah keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Boris sendiri juga seorang lulusan Harvard, murid psikolog ternama William James (Demikian ia kemudian memberi nama pada anaknya) Boris memang menjadikan anaknya sebagai contoh untuk sebuah model pendidikan baru sekaligus menyerang sistem pendidikan konvensional yang dituduhnya telah menjadi biang keladi kejahatan, kriminalitas dan penyakit. Siapa yang sangka William Sidis kemudian meninggal pada usia yang tergolong muda, 46 tahun - sebuah saat dimana semestinya seorang ilmuwan berada dalam masa produktifnya. Sidis meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Ironis. Orang kemudian menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, Sidis memang sempat mengatakan kepada pers bahwa ia membenci matematika - sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya. Dalam kehidupan sosial, Sidis hanya sedikit memiliki teman. Bahkan ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus. Tidak juga pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kerahasiaan, bekerja dengan gaji seadanya, mengasingkan diri. Ia berlari jauh dari kejayaan masa kecilnya yang sebenarnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain. Namun, kesadaran memang sering datang terlambat.

Mengharukan memang usaha Sidis. Ada keinginan kuat untuk lari dari pengaruh sang Ayah, untuk menjadi diri sendiri. Walau untuk itu Sidis tidak kuasa. Pers dan publik terlanjur menjadikan Sidis sebagai sebuah berita. Kemanapun Sidis bersembunyi, pers pasti bisa mencium. Sidis tidak bisa melepaskan pengaruh sang ayah begitu saja. Sudah terlanjur tertanam sebagai sebuah bom waktu, yang kemudian meledakkan dirinya sendiri.
Read more...

Kamis, 04 Februari 2010

Oscar, Kucing Yang Berhasil Mendeteksi 50 Kematian Dengan Akurat

| | 1 komentar

Seekor kucing bernama Oscar yang tinggal di sebuah panti jompo telah membuat kagum para staf medis yang ada di sana karena telah memprediksi 50 kematian pasien dengan akurat. Ia melakukannya dengan cara menghabiskan waktu bersama pasien di jam-jam terakhir kehidupan mereka.

Dr. David Dosa, seorang geriatrik (dokter spesialis manula) yang juga asisten profesor di Brown University mengatakan bahwa selama lima tahun, Oscar hampir tidak pernah melakukan kekeliruan. Malah seringkali Oscar membuktikan salahnya prediksi staf medis di panti jompo itu mengenai mana pasien yang akan segera meninggal.


Kucing itu, yang sekarang berumur 5 tahun, dikenal sebagai kucing yang tidak suka bersosialisasi. Sewaktu masih kecil, ia diadopsi oleh Panti Jompo Steere House and Rehabilitation Centre di Providence, Rhode Island, yang khusus merawat orang-orang tua yang mengalami dementia dan Alzheimer. Oscar dipelihara dan tumbuh besar di lantai 3 fasilitas itu.

Dr. Dosa pertama kali mempublikasikan kemampuan Oscar pada sebuah artikel di New England Journal of Medicine di tahun 2007. Sejak itu, Oscar telah berhasil memprediksi kematian dalam jumlah yang lebih banyak. Kemampuan ini juga yang membuat para staf medis di panti jompo itu menjadi yakin.


Oscar biasanya berkeliling dari satu ruangan ke ruangan yang lain. Jika merasakan ada pasien yang akan meninggal dalam beberapa jam, ia akan segera menghampirinya, melompat ke sisi tempat tidurnya dan berdiam diri di situ untuk beberapa waktu. Ia tidak pernah melakukan ini untuk pasien yang tidak sekarat.


Jika pintu kamar pasien yang akan meninggal tertutup, Oscar akan menggaruk-garuk pintu minta dibukakan.


Pernah suatu hari, para staf medis memperkirakan seorang pasien akan segera meninggal. Jadi, mereka mengambil Oscar dan menempatkannya di samping tempat tidur sang pasien.

Oscar yang tidak merasakan kematian segera berlari keluar dan duduk di kamar pasien lainnya. Penilaian Oscar ternyata lebih akurat dibanding perawat, pasien kedua yang dihampirinya meninggal pada malam harinya. Sedangkan pasien pertama baru meninggal dua hari setelahnya.

Dr. Dosa dan staf lainnya menjadi sangat yakin dengan penilaian Oscar sehingga mereka akan segera memberitahukan keluarga pasien ketika melihat Oscar melompat ke salah satu tempat tidur pasien dan berbaring di situ.


"Perilaku Oscar menunjukkan bahwa ia tidak sedang iseng. Ia bisa saja keluar ruangan selama dua menit untuk mengambil mainannya, tapi setelah itu, ia akan segera kembali ke samping pasien. Sepertinya ia benar-benar menganggapnya sebagai ritual," Tulis Dr.Dosa.

Panti jompo itu juga memelihara lima kucing lainnya. Namun tidak ada satupun yang menunjukkan perilaku yang sama dengan Oscar.

Dalam bukunya yang berjudul,"Making rounds with Oscar : The extraordinary gift of an ordinary cat", Dr Dosa tidak bisa memberikan penjelasan sains yang solid mengenai perilaku Oscar.


Ia hanya menduga bahwa Oscar memiliki kemampuan seperti anjing, yaitu dapat mencium bau Kanker dan mendeteksi Ketones, sejenis biokimia berbau yang keluar dari sel-sel yang mati.

Nicolas Dodman, seorang pakar perilaku hewan di Tufts University Cummings School of Veterinary Medicine menyarankan untuk mendokumentasi perilaku Oscar lebih mendalam lagi untuk mengetahui apakah ia benar-benar merasakan kematian atau hanya sekedar tertarik dengan selimut hangat yang memang sering diberikan untuk pasien yang sekarat.

Daniel Estep, PhD, seorang ahli perilaku hewan di Littleton, Colorado juga punya pendapat mirip. "Satu hal yang terjadi kepada orang-orang yang sekarat adalah kenyataan bahwa mereka tidak banyak bergerak. Mungkin kucing itu melihat fakta bahwa sang pasien sangat tenang sehingga ia tertarik mendekatinya."

Namun, kebanyakan para ahli hewan lainnya setuju dengan teori bahwa Oscar mencium bau ketones.

Peran Oscar ternyata bukan hanya mengetahui saat kematian pasien. Keluarga pasien yang meninggal seringkali mendapatkan penghiburan karena kehadirannya. Dalam iklan kematian di surat kabar, beberapa keluarga bahkan memberikan rasa terima kasih khusus untuk Oscar.

Dr.Dosa berkata,"Orang-orang mengalami penghiburan yang luar biasa karena keberadaan kucing itu ketika orang yang mereka cintai meninggal. Oscar ada di sisi mereka ketika anggota keluarga yang lain tidak."

Inilah yang membuat Oscar menjadi spesial.
Read more...
lombablog

My Music

Followers

Speak. . .


ShoutMix chat widget

Time and Date